A. Sintesis Antarmateri
Sekolah merupakan tempat terjadinya interaksi antarwarga sekolah (unsur
hidup) dan menjadikan unsur-unsur pendukung (unsur yang tidak hidup) sebagai
bagian dari interaksi tersebut sehingga sekolah disebut sebagai sebuah
ekosistem. Secara definisi eksosistem merupakan sebuah tata interaksi antara
makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah
ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah
teritorial atau lingkungan tertentu.
Sekolah adalah sebuah ekosistem pendidikan yang melibatkan interaksi antara
faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua
unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan
hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor
biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama
lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya
adalah murid, kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah,
orang tua, dan masyarakat sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik yang
sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam
menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah keuangan dan sarana
dan prasarana.
Kedua unsur
ini saling mempengaruhi satu sama lain sehingga jalannya komunitas menjadi harmonis
dan seimbang yang tentunya akan berimplikasi pada jalannya proses pembelajaran
yang baik pula. Untuk mencapai hal tersebut, keberhasilan sebuah proses
pembelajaran sangat bergantung bagaimana unsur ekosistem membangun dan
merangsang kreativitas ekosistemnya untuk menunjang keberhasilan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai sebagaimana yang telah tertuang dalam visi dan
misi sekolah tersebut.
Dalam
ekosistem sekolah faktor-faktor biotik ini akan saling mempengaruhi dan
membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Ibarat siklus dalam rantai
makanan, ia akan saling mempengaruhi dan membutuhkan satu sama lainnya sehingga
terciptalah keselarasan dan keharmonisan yang diharapkan.
Sekolah sebagai sebuah ekosistem
pendidikan tentunya membutuhkan pengelolaan yang baik agar dapat berjalan sesuai
dengan visi, misi, dan tujuan sekolah sesuai yang diharapkan. Dalam pengelolaan
sumber daya sekolah, dikenal dua pendekatan. 1) Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking).
Pendekatan ini memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang
kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan
cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau
yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama,
secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak
nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita tidak dapat melihat potensi
dan peluang yang ada di sekitar kita. 2) Pendekatan berbasis aset (Asset-Based
Thinking) adalah sebuah konsep tentang cara praktis menemukan dan
mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan
sebagai tumpuan berpikir, memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang
menjadi inspirasi yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Sekaitan
dengan pendekatan berbasis aset, Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber
daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini, sekolah sebagai
sebuah komunitas lebih sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang
sedang dihadapi. Pendekatan yang digunakan belum menggunakan pendekatan PKBA. Secara
konsep, pendekatan ini merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak
yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven
development.
Green
dan Haines dalam Asset Building and
Community Deevelopment memetakan tujuh modal atau aset utama dalam
pendekatan berbasis aset. Ketujuh modal utama tersebut adalah: (1) Modal
Manusia yang berupa potensi manusis yang memiliki sumberdaya dan potensi lebih(2) Modal Sosial berupa lingkungan masyarakat
yang mendukung komunitas (3) Modal Fisik yang meliputi bangunan dan infrastruktur (sarana dan prasarana);
(4) Modal Lingkungan/Alam yaitu potensi alam yang dimiliki; (5) Modal Finansial merupakan dukungan keuangan atau
pembiayaan kegiatan komunitas; (6)
Modal Politik berupa dukungan lembaga pemerintah dengan
komunitas; dan (7) Modal Agama dan Budaya yang ada dilingkungan komunitas (sekolah).
Dalam
kaitannya dengan sekolah sebagai sebuah komunitas atau ekosistem, pengelolaan tujuh modal tersebut akan mendukung tercapainya
tujuan sekolah termasuk proses belajar yang lebih kondusif, nyaman, dan
tentunya berpihak pada murid. Proses identifikasi dan pemetaan modal yang
merupakan aset dan kekuatan sekolah dan memanfaatkan modal yang ada sebagai kekuatan
dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan kompetensi warga sekolah.
Proses ini akan mengarahkan warga sekolah untuk berfokus pada aset atau
kekuatan yang dimiliki dengan mengabaikan hal-hal yang menjadi kekurangan dalam
upaya mewujudkan tercapainya tujuan sekolah.
Pengelolaan
sumber daya atau aset sekolah akan berjalan dengan baik jika ditunjang dengan
dukungan seluruh warga sekolah. Dalam pengelolaan aset kita telah mengenal paradigma inkuiri apresiatif yang juga berfokus
pada pengelolaan berbasis aset dengan menerapkan BAGJA. BAGJA adalah
langkah atau tahapan dalam pengelolaan sekolah dengan berbasis aset yang
dimiliki. Tahapan ini akan berjalan dengan baik jika guru sebagai pemimpin
pembelajaran menjalankan peran dan menerapkan nilai-nilai sebagai guru
penggerak yang dimilikinya. Dengan ditunjang dengan kompetensi sosial dan
emosional yang baik, pengelolaan aset sekolah yang melibatkan faktor biotik dan abiotik akan berjalan lebih
bersinergi dan harmonis.
Kondisi yang nyaman dilingkungan sekolah sangat
menentukan terwujudnya budaya positif di sekolah. Pemanfaatan aset atau sumber daya yang dimiliki sekolah juga akan
memudahkan terlaksananya pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan murid.
Pembelajaran yang dikenal dengan pembelajaran berdiferensiasi akan mudah
terlaksana jika proses pembelajaran melibatkan segala potensi dan dan sumber
daya yang dimiliki. Melalui pendekatan berbasis aset, guru sebagai pemimpin
pembelajaran akan mampu melakukan pengambilan keputusan yang berpihak tidak
hanya kepada sekolah tetapi juga kepada murid.
Materi pengelolaan aset, banyak ilmu dan pengetahuan baru yang saya peroleh. Tidak dapat dipungkiri, dalam pengelolaan sumber daya dilingkungan sekolah selama ini, pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking). Pendekatan ini memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Tidak jarang kita mendengarkan keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh guru sebagai bentuk evaluasi proses pembelajaran yang dilakukan. Akan tetapi hal tersebut justru menjadikan kita tidak menyadari betapa banyak kekuatan atau potensi yang dimiliki yang dapat dikelola dan dijadikan sebagai kekuatan. Melalui modul ini, terbangun pemahaman pentingnya mengubah cara pandang kita dalam pengelolaan aset di sekolah. Memanfatkan segala potensi yang dimiliki dalam upaya memaksimalkan pencapaian tujuan pendidikan.
B. . Rancangan Tindakan Aksi Nyata
Latar Belakang
Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar sehingga makna pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas dan tujuan pendidikan atau pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Media pembelajaran berfungsi sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa untuk memperoleh pesan dan informasi yang berikan oleh guru sehingga materi pembelajaran dapat lebih meningkat dan membentuk pengetahuan bagi siswa. Oleh karena itu, diperlukan upaya meningkatkan motivasi murid dalam belajar.
Tujuan
Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui penggunaan media digital (video pembelajaran)
Tolok Ukur
- Termotivasi mengikuti pembelajaran dengan pemanfaatan media
digital.
- Murid mudah mengakses media pembalajaran yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga prestasi menjadi lebih meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar