Ki
Hajar Dewantara yang merupakan nama lain dari Soewardi Soerjaningrat merupakan
sosok yang tidak bisa kita lepaskan dari sejarah perjalanan panjang pendidikan
Indonesia. Pada tahun 1922, KHD
mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa yang
merupakan cikal bakal lahirnya sistem pendidikan di Indonesia. Menurut
KHD pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sekaitan hal tersebut, Ada
tiga semboyan yang dicetuskan oleh KHD yang dikenal sebagai Patrap Triloka yang apabila kita maknai serta hayati bersama
merupakan akar dan ujung tombak dari peran serta guru dalam menjalankan roda
pendidikan nasional. Semboyannya yang dimaksud, yakni tut wuri handayani
(di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah
menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di depan
memberi teladan).
Dalam menjalankan peran sebagai
pemimpin pembelajaran, keputusan yang diambil harus dilandasi semangat Patrap
Triloka ini, sehingga keputusan yang diambil dapat berpihak pada murid. Patrap
triloka ini menjadi acuan oleh seorang guru dalam bertindak dan
mengambil keputusan. Dalam menjalankan peran sebagai guru, sebuah keputusan
diambil didasari berbagai pertimbangan logis sehingga keputusan yang diambil
tidak hanya tepat tetapi juga membawa manfaat bagi orang-orang yang terlibat
dalam keputusan tersebut.
Dalam menjalan peran sebagai guru
dalam pengambilan keputusan, terkadang kita diperhadapkan pada situasi dilema.
Kondisi yang dihadapi dapat saja berupa dilema etika ataupun bujukan moral yang
tidak jarang membuat seorang guru bingung dalam mengambil keputusan. Dalam
kondisi tersebut, ada sembilan langkah dalam pengambilan keputusan sebagai
upaya menghasilkan keputusan yang baik yang dapat dilakukan, mulai 1) mengenali
nilai yang bertentangan, 2)menetukan siapa pihak yang terlibat, 3) mengumpulkan
fakta-fakta yang relevan, 4) pengujian benar-salah, 5) pengujian paradigma
benar lawan benar, 6) melakukan prinsip resolusi, 7) investigasi opsi trilema,
8) membuat keputusan, dan terakhir 9) meninjau ulang keputusan dan
merefleksikannya. Tentunya keputusan yang diambil harus mencerminkan nilai keteladan
yang sejalan dengan azas ing ngarsa sung tulada.
Selanjutnya, Dalam menjalankan
perannya, guru pun dapat membantu rekan sejawat atau murid dalam mengambil
sebuah keputusan yang bertanggung jawab. Pengambilan keputusan dengan
menggunakan model TIRTA yang merupakan penjabaran teknik coaching dapat
dilakukan oleh seorang guru. Melalui Coaching seorang guru diharapkan
dapat menerapkan prinsip ing madya mangun karsa dan tutwuri Handayani.
Teknik Coaching dilakukan sebagai upaya menggali potensi yang dimiliki
dan menggunakan potensi tersebut dalam memecahkan permasalahan dan membuat
sebuah keputusan yang logis dan bertanggung jawab.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan
itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat
memperbaiki lakunya. oleh sebab itu, peran seorang coach (pendidik)
adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam
proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai
‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan
membahayakan dirinya. Dengan menerapkan azas tut
wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing
madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui
pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari
dirinya. Anak murid menjadi merdeka dalam belajar dan menetukan
arah dan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kemampuan dan potensi yang
dimilikinya.
Sebagai seorang guru, tentunya tidak sedikit tantangan
dan kendala yang dihadapi baik dalam upaya menjalankan perannya sebagai seorang
pendidik maupun keberadaannya sebagai mahluk sosial. Tidak sedikit guru
menghadapi kasus dilema baik dalam bentuk dilema etika maupun dalam bentuk
bujukan moral. Oleh karena itu, seorang pendidik harus tampil dengan
menunjukkan keteladan dalam mengambil setiap keputusan. Nilai ing ngarso
sungtulodo harus tercermin dari setiap keputusan yang diambilnya. Dengan menerapkan
9 langkah pengambilan keputusan yang didasari
pertimbangan yang matang serta didukung oleh fakta-fakta., keputusan
yang diambil akan tepat, dengan begitu akan berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.
Meskipun tidak dapat dipungkiri, terkadang masih menghadapi
kesulitan-kesulitan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika di lingkungan sekolah. Beberapa penyebab munculnya
kesulitan dalam pengambilan keputusan dalam kasus dilema etika adalah budaya
dan cara pandang pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang dihadapi. Adanya kekhawatiran keputusan yang diambil
akan berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain, serta keterbatasan
wewenang yang dimiliki jika berkaitan dengan keputusan yang berhubungan dengan aturan-aturan
sekolah.
Secara
umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika
yang sering dihadapi, yakni 1) Individu lawan masyarakat (individual vs
community) 2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) 3) Kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4) Jangka pendek lawan jangka panjang (short
term vs long term). Selanjutnya, prinsip penyelesaian dilema secara umum
terbagi tiga, yakni Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli
(Care-Based Thinking). Tentunya melalui penentuan resolusi yang tepat akan
berdapak baik tidak hanya lingkungan sekolah tetapi juga akan berdampak pada murid.
Keputusan yang bertujuan mengantarkan anak mencapai kemerdeakaan dalam belajar,
menuntun hidup dan lakunya, dan mengantarkannya mencapai kebahagiaan yang
setinggi-tingginya tentu akan menjadi titik acuan murid dalam menggapai
kesuksesannya di masa yang akan datang.
Pengambilan keputusan adalah proses atau langkah yang dilakukan untuk menentukan solusi yang tepat atas situasi dilema. Baik dalam bentuk dilema etika maupun bujukan moral. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang guru tentunya harus dilandasi beberapa pertimbangan yang dijabarkan dalam 9 langkah pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan guru sebagai pemimpin pembelajaran tentunya tidak lepas dari peran, nilai, dan harus didukung dengan kompetensi sosial dan emosional yang baik pula. Dengan demikian, pengambilan keputusan yang dilandasi nilai-nilai tersebut, diharapkan keputusan yang diambil akan membawa perubahan nyata, sesuai kebutuhan murid sehingga dapat mewujudkan lahirnya Profil Pelajar Pancasila.
Tulisan yang sangat menarik Pak IS. Dan saya tertarik dengan kalimat pamungkasnya Pak IS. Bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakukan guru sebagai pemimpin pembelajaran tentunya tidak lepas dari peran, nilai, dan harus didukung dengan kompetensi sosial dan emosional yang baik pula. Dengan demikian, pengambilan keputusan yang dilandasi nilai-nilai tersebut, diharapkan keputusan yang diambil akan membawa perubahan nyata, sesuai kebutuhan murid sehingga dapat mewujudkan lahirnya Profil Pelajar Pancasila.Saya yakin dengan tulisan kaitan materi yang Bapak susun menandakan pemahaman yang baik dalam kegiatan ini. Sukses Pak IS!!
BalasHapusBy. Yaya Masita
BalasHapus